Postingan

Menampilkan postingan dari 2009

“Sangkuriang”:Suatu Kekhawatiran Budaya Kini

Tentu kita masih ingat pada cerita rakyat Jawa Barat mengenai seorang pemuda tampan bernama Sangkuriang. Rasanya tidak asing lagi cerita ini didengar oleh masyarakat kita, warga Bandung khususnya. Pasalnya, cerita ini banyak dihubungkan dengan asal usul terjadinya Gunung Tangkuban Perahu, Gunung Bukit Tunggul, Gunung Burangrang, dan Talaga Bandung. Tidak hanya itu saja, Sangkuriang pun dikaitkan dengan beberapa penemuan fosil dan perkakas prasejarah di beberapa daerah di Jawa Barat. Sebut saja fosil anggota badan manusia yang ditemukan di Goa Citatah, Padalarang, ataupun perkakas berburu binatang yang ditemukan di daerah Talaga Bandung. Meskipun banyak versi dihubungkan dengan cerita rakyat ini, Sangkuriang sendiri pada awalnya adalah sosok seorang pemuda mencintai ibu kandungnya, yaitu Dayang Sumbi. Diceritakan bahwa Sangkuriang mempunyai ayah dari bangsa* binatang (:anjing) yang bernama si Tumang. Pada suatu hari Dayang Sumbi yang lahir dari ibu sebangsa babi hutan (Celeng Wayungyan

CERMIN - Cerpen 1 halaman Tugas KN Tobucil

“Perempuan itu begitu lugu dan pendiam. Di keningnya masih ada sisa luka menganga serupa lubang dalam tanah di halaman rumah yang semalam di gali anjing tetangga” Begitu Kalin bergumam dalam pikirannya ketika menatap seorang tamu tak di diundang. Sejak satu jam yang lalu ia terpana menyaksikan sosok manis yang tak pernah berhenti menyimpulkan sedikit senyum dalam untaian air mata yang menggariskan suasana sendu pada gurat halus di wajahnya. Barangkali baru kali ini, seorang datang menemuinya sekadar untuk mengadukan kesedihan. Maka, pantas saja Kalin betah berlama-lama terkurung dalam gudang tua yang sepertinya sudah bertahun-tahun tak dibersihkan. Suasananya begitu mengerikan. Di sana-sini debu menjadi satu-satunya udara yang bisa dihirup. Begitupun dengan sarang laba-laba kecil yang mengantung di antara tumpukan barang-barang tua milik Bu Rosina. Tak habis pikir, mengapa Kalin sepertinya tenang-tenang saja berada di sana. Apa karena tamu itu? Entahlah. Kalin membetulkan posisi duduk

Sajaksajak Evi Sefiani di Pertemuan Kecil

Negeri Angin di sini angin adalah raja yang menggelar sandiwara di lapangan kota. memaksa kita menontonnya—berjubah putih dengan topeng mirip Batara Kala sambil mengacungkan tongkat kayunya bagai Tuhan—sampai malam buta. di sini angin adalah raja yang memakan kita dengan rakus. menghisap tubuh kering kita dengan mulut bau anyir—barangkali lebih bau dari kencing tikus got yang setiap malam bergerilya mencuri makanan di rumah kita. di sini angin adalah raja yang meluluhlantahkan negeri kita dengan jas kebesaran dan dasi miring di dadanya. menggusur pemukiman kita dengan pasukan tentara dan segepok uang di kopor hitamnya—barangkali itu uang kita yang disimpan ibu di lemari baju. di negeri angin raja telah menipu kita habis-habisan. 2008 Sajak akhirnya ibu menyajikan sepotong roti di kamarku kunikmati bersama segelas subuh :di antara kekabutan sunyi mengapa ada janin di perutku padahal tak ada cinta kumakan padahal tak ada persetubuhan malam :di ranjang bayi telah kulahir