Topeng benjang: sebuah realita dan harapan

semacam pengantar

Topeng benjang merupakan salah satu khasanah kesenian tradisional sunda yang berasal dari wilayah Ujungberung, sebuah daerah yang terletak di sebelah timur kota bandung . Jika dilihat sekilas, kesenian ini hampir mirip dengan kesenian bengberokan atau berokan yang terdapat di Jati Tengah, Jati Tujuh dan Beber, Jatiwangi, Kabupaten Cirebon, dan di Kabupaten Karawang. Kesenian topeng benjang merupakan kesenian khas ujung berung yang tidak dapat kita temui di daerah lain baik di Tatar Sunda mau pun di luar Tatar Sunda. Topeng benjang, dahulu merupakan bagian atau pelengkap dari Pertunjukan benjang. topeng benjang disajikan sebagai hiburan setelah para penonton melihat atraksi benjang dalam suatu pergerlaran yang menegangkan. Dapat disimpulkan bahwa perkembangan topeng benjang berjalan seiring dengan perkembangan kesenian benjang. Akan tetapi sekarang dalam perkembangannya kita dapat melihat atraksi topeng benjang dan benjang secara terpisah.

Tidak ada sumber pasti kapan awal kesenian topeng benjang pertama kali ada. Ada sebuah sumber yang menyebutkan bahawa kesenian ini sudah ada sejak tahun 1820. bahkan ada yang menyebutkan bahwa kesenian ini amat bermanfaat dalam megusir penjajah. Dengan cara menakut-nakuti prajurit yang sedang lengah. Tetapi, yang jelas wujud topengbenjang tersebut, seperti juga bengberokan adalah gambaran wujud mahluk dari dunia gaib. Ini dilukiskan dengan kedok yang dibuat dari kayu. Bentuk mukanya seram meyerupai sosok buta, warnanya merah dengan mata besar menyala. Mulutnya dapat dibuka dan ditutup sehingga mengeluarkan bunyi plak-plok.

Tubuh topeng benjang, seperti juga bengberokan, dibuat dari karung goni sehingga dapat menutupi seluruh tubuh pemain dan memberikan kesan tubuh yang besar dan berbulu karena ditambah tali rafia yang menyerupai rambut pada bagian belakang. Selain itu juga terdapat ekor yang ditutupi kulit hewan pada bagian belakang.

Topeng benjang disajikan biasanya dalam acara khitanan anak. Setelah melakukan beberapa ritual, segera dibunyikan lagu tatalu sebagai pembukaan. Dengan bunyi-bunyian atau tetabuhan ini, maka berdatanganlah anak-anak kampung, mereka berlari berbondong-bondong ingin menyaksikan pertunjukan tersebut. Selain disuguhi atraksi topeng benjang, dalam kesenian ini kita juga dapat melihat kuda lumping dan bubutaan yang dengan setia mengikuti. Biasanya terdapat 4 orang pemain kuda lumping dan 2 bubutan dalam kesenian ini. Waditra atau alat musik yang dipergunakan untuk mengiringi kesenian topeng benjang ini terdiri dari kempring, tepas, indung, bungbung, kendang, kecrek, kulanter, goong, terompet, dan bedug. Sekarang dalam perkembangannya dalam kesenian ini malah di tambah sinden.

Anak yang di khitan diarak keliling kampung dari pagi hingga sore. Dapat disebutkan bahwa kehadiran topeng benjang dalam suatu acara khitan yaitu sebagai penyampai informasi bahwa di daerah tersebut telah diadakan hajatan syukuran khitan sehingga warga daerah tersebut berbondong-bondong untuk menyaksikan dan ikut nyambungan atau memberi sumbangan. Dapat berupa uang atau makanan. Puncaknya dalam acara ini yaitu atraksi dari topeng benjang atau yang disebut anak-anak “ngajadikeun”. Rombongan kelompok topeng benjang pergi ke sebuah lapangan terbuka. Di mulai dengan silat terlebih dahulu lalu nyambat dan akhirnya masuk ke dalam topeng benjang. Setelah sekian lama, si orang yang ada dalam topeng benjang itu mengalami kerasukkan. Orang yang kerasukkan itu ada yang bersikap menjadi seperti harimau, monyet, dsb. Tergantung roh apa yang merasukkinya. Rasa seram, takut, dan ngeri kita rasakan saat melihat atraksi ini. Contohnya yaitu pada saat seseorang yang ada di topeng benjang ini kerasukkan roh harimau, dia akan berlari-lari mengejar penonton atau mengejar seekor ayam lalu memakannya hidup-hidup tanpa rasa jijik. Setelah menampilkan banyak atraksi yang menghibur, akhirnya kelompok topeng benjang pun mohon undur diri kepada penonton dan keapada si pemilik acara. Ada yang pulang menggunakan mobil bak terbuka ada pula yang tetap menabuh dan menampilkan topeng benjang sampai kembali ke tempat padepokan atau rumah si pemimpin topeng benjang. Unik.

Pengaruh modernisasi : sebuah kemunduran

topeng benjang ada dan berkembang bersama kesenian benjang. Kedua kesenian ini mengalami puncak kejayaan sekitar tahun 70-80an. Hampir semua lapisan masyarakat menyenangi dan mengakui keseian ini sebagi kesenian yang amat menghibur. Dahulu hampir setiap hari libur dapat kita temui atraksi ini di setiap pelosok desa dan kampung di ujung berung. Minat masyarakat masih sangat tinggi baik untuk yang menampilkan maupun yang menonton. Hajatan-hajatan belum dapat dikatakan meriah sebelum menampilkan kesenian ini. Bahkan dahulu ada sebuah kelompok topeng benjang yang kebingungan karena diminta tampil dalam 2 acara. Ini adalah bukti senangnya dan tingginya minat masyarakat terhadap kesenian ini. Hampir setiap desa memiliki kelompok seni topeng benjang. Seperti daerah cinangka dan daerah ciwaru. Juga di daerah cibolerang cinunuk. Dan sempat mengalami perkembangan sampai daerah cisaranten, dan majalaya.

Akan tetapi dahulu tinggalah dahulu. Seiring dengan perkembangan zaman dan arus globalisasi, kesenian ini mulai terpinggirkan. Tersisihkan oleh kesenian yang dianggap lebih modern. Jika dahulu lebih sering kita lihat atraksi benjang dalam sebuah hajatan, masyarakat sekarang lebih sering menampilkan organ tunggal. Bukan ingin mendeskriditkan salah satu kesenian, akan tetapi alangkah lebih baik menampilkan sebuah kesenian warisan leluhur yang memiliki nilai kebudayaan dan nilai hiburan yang amat tinggi. Bila dipikirkan Sungguhlah ironis melihat fenomena seperti ini. Sebuah aset budaya terasing di daerah asalnya sendiri. Tanpa disadari penghilangan perlahan-lahan sebuah kearifan lokal sedang terjadi. Kemunduran topeng benjang harus diakhiri.

Peran masyarakat dan birokrat

topeng benjang amat lekat dan di senangi oleh seluruh lapisan masyarakat. Tak peduli umur, jabatan, dan latar belakang ekonomi. Topeng benjang berjalan dan berkembang seiring dengan tingginya minat masyarakat akan kesenian ini. Dan topeng benjang pun menurun dan terpinggirkan juga oleh masyarakat pula. Sudah saatnya usaha perbaikan dilakukan.

Peran birokrat amat sangat di butuhkan dalam usaha revitalisasi dan manajemenisasi kesenian ini. Harus segera dihasilkan pemikiran-pemikiran brilian dalam usaha pelestarian serta harus pula dipikirkan bagaimana cara mengatur dan menjadikan kembali topeng benjang sebagai kesenian primadona yang berasal dari ujung berung. Birokrasi amat di butuhkan karena memiliki power untuk membuat kebijakan-kebijakan yang dapat membuat topeng benjang berjaya kembali. Yaitu dengan cara melakukan sosialisasi kepada masyarakat.

Masyarakat dapat disebut sebagai aktor terpenting dalam usaha revitalisasi kesenian ini. Karena masyarakatlah kesenian ini berkembang dan terpinggirkan. Oleh karena itu sudah sepantasnya masyarakat mulai kembali menata dan meminati kembali. Sosialisasi tentang kesenian ini harus dilakukan. Mengapa seperti itu? Karena kita harus berpikir bahwa kesenian ini harus di lestarikan dan merupakan hutang kita kepada anak cucu kita kelak. Jangan sampai terjadi pemutusan rantai kebudayaan lokal dari para leluhur kepada anak cucu kita.

Pemikiran-pemikiran tidak akan ada artinya tanpa ada langkah nyata. Akan sangat aneh bila topeng benjang menghilang di daerah asalnya. Oleh karena itu peran masyarakat dan masyarakat amat di butuhkan. Demi kelangsungan akar budaya pada umumnya dan topeng benjang pada khususnya.


Berharap pada Gebyar benjang 2008, bandung kota seni dan budaya 2008, visit west java 2008, visit indonesia 2008

pada tanggal 31 mei 2008 di ujung berung diadakan acara gebyar benjang 2008. hampir setiap kelompok topeng benjang hadir dalam acara ini. Meskipun hanya sebagai pelengkap karena acara intinya adalah pagelaran benjang akan tetapi ini dapat mengobati kerinduan akan kehadiran topeng benjang. Masyarakat hadir ada yang senang karena kerinduannya kan kesenian ini, ada yang masih aneh karena belum mengetahui apa kesenian ini. Beberapa media hadir dalam acara ini untuk meliput. Sungguh hal yang amat positif. Mengingat kurangnya langkah sosialisasi tentang kesenian ini. Semoga kegiatan positif ini terulang di tahun berikutnya.

Sudah saatnya dilakukan pengemasan yang lebih menarik untuk kesenian ini. Karena tidak dipungkiri kesenian ini memiliki nilai hiburan dan kebudayaan yang amat tinggi dan dapat mendatangkan wisatawan lokal atau luar apabila ditata sedemikian rupa agar lebih menarik. Siapa tahu seiring dengan perjalanan waktu kesenian topeng benjang dapat menjadi sebuah aset yang berharga dan bernilai ekonomis bagi si pelaku.

Pemerintah pusat dan daerah sekarang sedang sibuk-sibuknya bersolek mempercantik aset-aset pariwisata. Dari mulai wisata alam, budaya, agama, dll. Ini tidak lain karena program visit indonesia. Sebuah program dengan tujuan menarik para wisatawan mancanegara. Kesenian topeng benjang sudah layak dijadikan sebagai salah satu bagian didalamnya. Karena kesenian ini hanya terdapat di ujung berung saja sehingga memiliki nilai ke eksklusivan. Visi kota bandung sebagai kota tujuan wisata dan kota idaman akan tercapai dan terlaksana apabila diatur dan dikemas sedemikian rupa. Bandung sudah memiliki saung angklung udjo sebagai primadona wisata budaya. Tidak ada salahnya apabila topeng benjang dan benjang pun di tata sedemikian rupa sebagai alternatif lain untuk kegiatan wiasata budaya di bandung timur. Atau kedua kesenian ini dibentuk menjadi satu kesatuan paket wisata. Begitu pula pada program visit west java maupun program visit indonesia.

Kemajuan sektor pariwisata khususnya wisata budaya akan membawa kemajuan pula bagi si pelaku dan kesenian itu sendiri. Baik itu kemajuan yang bersifat pelestarian, eksistensi, sosial, maupun ekonomi. Karena pada hakekatnya yang kita harapkan bukan hanya uang atau devisa yang mengalir akan tetapi nasib dan kelangsungan aset-aset budaya, salah satunya kesenian sunda yaitu topeng benjang akan terus terjaga eksistensinya. Semoga.

***

oleh: Reza Saeful Rachman (Kompas,21 Juni 08)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

“Etem” Tradisi Keindahan Memotong Padi

KEDUDUKAN PEREMPUAN DALAM “DARI RADEN AJENG KARTINI UNTUK MARIA MAGDALENA PARIYEM” KARYA JOKO PINURBO

ANTOLOGI PUISI 100 PENYAIR PEREMPUAN KPPI