CERMIN - Cerpen 1 halaman Tugas KN Tobucil

“Perempuan itu begitu lugu dan pendiam. Di keningnya masih ada sisa luka menganga serupa lubang dalam tanah di halaman rumah yang semalam di gali anjing tetangga”

Begitu Kalin bergumam dalam pikirannya ketika menatap seorang tamu tak di diundang. Sejak satu jam yang lalu ia terpana menyaksikan sosok manis yang tak pernah berhenti menyimpulkan sedikit senyum dalam untaian air mata yang menggariskan suasana sendu pada gurat halus di wajahnya. Barangkali baru kali ini, seorang datang menemuinya sekadar untuk mengadukan kesedihan. Maka, pantas saja Kalin betah berlama-lama terkurung dalam gudang tua yang sepertinya sudah bertahun-tahun tak dibersihkan. Suasananya begitu mengerikan. Di sana-sini debu menjadi satu-satunya udara yang bisa dihirup. Begitupun dengan sarang laba-laba kecil yang mengantung di antara tumpukan barang-barang tua milik Bu Rosina.
Tak habis pikir, mengapa Kalin sepertinya tenang-tenang saja berada di sana. Apa karena tamu itu? Entahlah.
Kalin membetulkan posisi duduknya yang mulai tidak membuatnya nyaman. Rambutnya yang panjang diikat lagi dengan kencang. Sambil meniupi debu, matanya kembali tertuju pada perempuan di depannya. Kali ini, ia mencoba menanyakan tentang siapa perempuan yang menarik perhatiannya, sampai-sampai ia tak sadar bahwa di sekelilingnya ada anak-anak tikus yang mondar-mandir mencari santapan makan malam.

“Dinda, siapa kau sebenarnya? Sedari tadi hanya diam saja. Memandangku seolah ada yang menganggumu. Adakah kepedihan tengah bergelayut di tubuhmu yang mungil?”

Tak ada jawaban. Perempuan itu makin membuat siapa saja penasaran. Kalin pun memalingkan pandangan. Mencoba memikirkan jati diri perempuan yang selalu membalas tatapannya dengan penuh rasa keingintahuan pula. Seperti rasa penasaran Kalin tentang masa lalu Bu Rosina yang akhir-akhir ini menjadi wacana besar di kalangan ibu-ibu kompleks.
Memang wacana mengenai kekerasan dalam rumah tangga, khususnya cerita tentang suami yang menyiksa istrinya, sedang marak juga menjadi pembicaraan artis ibu kota. Tapi Kalin jadi tak ingin mempersoalkanya lagi. Toh Bu Rosina sudah cerai dengan suaminya. Hal yang lebih tragis justru setelah itu.
Pikiran Kalin menjadi rumit. Dipandanginya kembali perempuan itu. Kini tampaklah ia sedang menangis. Kalin pun heran bukan main. Barangkali bukan heran, melainkan ingin pula ia turut merasakan kesedihan. Tak beberapa lama mereka saling menatap.

“Kalin! Cepat keluar! Hukumanmu sudah selesai. Sekarang tugasmu membuat makan malam. Cepat!”

Tanpa pikir panjang, Kalin segera beranjak. Mendekati suara Bu Rosina, majikannya yang galak. Tamunya yang seorang perempuan penuh luka itu pun menghilang juga dari dalam cermin tua.

Cimahi, 2008

Komentar

Postingan populer dari blog ini

“Etem” Tradisi Keindahan Memotong Padi

KEDUDUKAN PEREMPUAN DALAM “DARI RADEN AJENG KARTINI UNTUK MARIA MAGDALENA PARIYEM” KARYA JOKO PINURBO

ANTOLOGI PUISI 100 PENYAIR PEREMPUAN KPPI