Sajaksajak Evi Sefiani di Pertemuan Kecil
Negeri Angin
di sini angin adalah raja yang menggelar
sandiwara di lapangan kota.
memaksa kita menontonnya—berjubah putih
dengan topeng mirip Batara Kala
sambil mengacungkan tongkat kayunya
bagai Tuhan—sampai malam buta.
di sini angin adalah raja
yang memakan kita dengan rakus.
menghisap tubuh kering kita
dengan mulut bau anyir—barangkali lebih bau
dari kencing tikus got yang setiap malam
bergerilya mencuri makanan di rumah kita.
di sini angin adalah raja
yang meluluhlantahkan negeri kita
dengan jas kebesaran dan dasi miring di dadanya.
menggusur pemukiman kita
dengan pasukan tentara dan segepok uang
di kopor hitamnya—barangkali itu uang kita
yang disimpan ibu di lemari baju.
di negeri angin
raja telah menipu kita habis-habisan.
2008
Sajak
akhirnya ibu menyajikan sepotong roti di kamarku
kunikmati bersama segelas subuh
:di antara kekabutan sunyi
mengapa ada janin di perutku
padahal tak ada cinta kumakan
padahal tak ada persetubuhan malam
:di ranjang bayi telah kulahirkan
2008
Situ Gede
ada tangis di sisa air danau
sebuah ruang kesepian
tidak sampan tidak rakit
di bawah uluran tangan Galunggung
hanya sendu mengecup
selagi angin mendengar kabut mengadu
dari balik helaian rambutku
air mata hampir mengering
pada kelopak eceng gondok yang sedari tadi
menunggu ikan kecil mengirim bingkisan hujan
agar kehidupan di danau kembali riang
MenujuGunungGoler, 2008
Episode Kelahiran
akulah Dewi Sri*
yang datang menyusup dalam kabut
ketika kau mengundangku
dalam sebuah pesta katakata
mengapa hanya segelas nira
padahal kuinginkan secangkir tuak
agar kita mabuk dan bercinta
hidangkan ribuan santapan
pada jam dua puluh lima
saat kau memintaku meronggeng
sampai acara usai dan bedug dibunyikan
sampai aku pulang meninggalkan jejak kelahiran
Cimahi, 2008
di sini angin adalah raja yang menggelar
sandiwara di lapangan kota.
memaksa kita menontonnya—berjubah putih
dengan topeng mirip Batara Kala
sambil mengacungkan tongkat kayunya
bagai Tuhan—sampai malam buta.
di sini angin adalah raja
yang memakan kita dengan rakus.
menghisap tubuh kering kita
dengan mulut bau anyir—barangkali lebih bau
dari kencing tikus got yang setiap malam
bergerilya mencuri makanan di rumah kita.
di sini angin adalah raja
yang meluluhlantahkan negeri kita
dengan jas kebesaran dan dasi miring di dadanya.
menggusur pemukiman kita
dengan pasukan tentara dan segepok uang
di kopor hitamnya—barangkali itu uang kita
yang disimpan ibu di lemari baju.
di negeri angin
raja telah menipu kita habis-habisan.
2008
Sajak
akhirnya ibu menyajikan sepotong roti di kamarku
kunikmati bersama segelas subuh
:di antara kekabutan sunyi
mengapa ada janin di perutku
padahal tak ada cinta kumakan
padahal tak ada persetubuhan malam
:di ranjang bayi telah kulahirkan
2008
Situ Gede
ada tangis di sisa air danau
sebuah ruang kesepian
tidak sampan tidak rakit
di bawah uluran tangan Galunggung
hanya sendu mengecup
selagi angin mendengar kabut mengadu
dari balik helaian rambutku
air mata hampir mengering
pada kelopak eceng gondok yang sedari tadi
menunggu ikan kecil mengirim bingkisan hujan
agar kehidupan di danau kembali riang
MenujuGunungGoler, 2008
Episode Kelahiran
akulah Dewi Sri*
yang datang menyusup dalam kabut
ketika kau mengundangku
dalam sebuah pesta katakata
mengapa hanya segelas nira
padahal kuinginkan secangkir tuak
agar kita mabuk dan bercinta
hidangkan ribuan santapan
pada jam dua puluh lima
saat kau memintaku meronggeng
sampai acara usai dan bedug dibunyikan
sampai aku pulang meninggalkan jejak kelahiran
Cimahi, 2008
Komentar