Ibu Manajer Keluarga Handal, Mampukah?
Working Mom VS Full Time Mom
Bukanlah menjadi hal yang harus
diperdebatkan perihal apakah lebih baik menjadi working mom atau full time mom?
Pasalnya saya pernah mengalami keduanya. Tentu setiap peran memiliki
pertimbangan, konsekuensi, kelebihan, kekurangan, pengorbanan, atau alasan lainnya.
Hal yang terpenting, setiap peran
yang kita pilih harus dijalani dengan penuh kesungguhan, kerelaan, dan tentu
rasa bahagia. Bukan tidak mungkin kita akan lebih menikmati peran tersebut
tanpa peduli bagaimana orang lain menilai kita—mengingat banyak yang memandang dari
sisi negatifnya saja.
Perbedaan keduanya hanya terletak
pada penyebutan perannya saja. Kita selama ini menganggap bahwa working mom
adalah ibu yang bekerja di ranah publik. Sebaliknya, full time mom bekerja di
ranah domestik. Lantas, apa sebenarnya mereka hanya bekerja di satu ranah?
Tentu tidak. Ibu bekerja meski
memiliki tanggung jawab dalam pekerjaan di luar rumah, ia tetap terlibat dalam
pekerjaan domestik. Sebelum atau sepulang bekerja, ia tetap harus melayani anak
dan suami juga bergelut dengan beberapa pekerjaan rumah.
Begitu pun ibu rumah tangga.
Sebagian besar waktunya memang dihabiskan di rumah untuk mengerjakan pekerjaan
domestik. Namun, ia juga sebenarnya mempunyai peran untuk bermanfaat bagi
masyarakat sekelilingnya. Bukankah ibu rumah tangga juga tetap bersinggungan
dengan hal-hal bersifat publik, seperti komunitas, tetangga, lingkungan sekolah
anak, pengajian, bisnis rumahan, pasar, dan lainnya?
Saat ini, saya memilih menjadi ibu
rumah tangga. Mungkin ini pilihan paling bijak usai melewati beberapa ujian
kehidupan yang Allah berikan. Setelah kepulangan anak pertama ke pangkuan Allah
Ta’ala dan keguguran anak kedua, itu cukup membuat saya sadar bahwa mengejar
kebahagiaan keluarga adalah hal utama dalam kehidupan saya sebagai perempuan.
Menjadi ibu rumah tangga atau full
time mom bukan berarti saya hanya terkungkung di dalam rumah tanpa tahu
perkembangan dan perubahan dunia luar. Ini menjadi semacam tantangan untuk
memaksimalkan diri dalam baiti jannati. Materi dan NHW (Nice Homework) ke-6
dengan tema “Menjadi Ibu Keluarga Handal” ini membuat saya makin yakin untuk
mengejar kebahagiaan dan mengembangkan diri dengan peran yang saya jalani kini.
Lantas, bagaimana cara memaksimalkan peran full time mom di tengah kesibukan mengurus
suami dan buah hati?
Hal paling esensial dalam menjalani
full time mom atau working mom adalah manajemen waktu. Melakukan dan
memprioritaskan hal-hal penting. Mengerjakan kegiatan harian dengan kesungguhan
dan tepat waktu. Memiliki waktu untuk personal development atau pengembangan
diri. Intinya, mampu memanfaatkan waktu secara sangkil dan mangkus. Seperti apa
manajemen waktu saya? Apakah sudah sangkil dan mangkus?
Aktivitas dan Kandang Waktu
Menjadi Full Time Mom atau ibu
rumah tangga bukan berarti kita tidak bekerja. Justru kita menghabiskan hampir
24 jam waktu kita untuk bekerja tanpa cuti, libur, atau izin. Sejak bangun
tidur kita disibukkan dengan rutinitas membereskan setumpuk pekerjaan rumah,
menyiapkan sarapan, melayani suami, memandikan anak, menyuapi anak, atau
bermain bersama anak hingga tak terasa waktu tidur sudah kembali menghampiri.
Saat tidur kan kita tidak bekerja? Nah, bagi ibu yang memiliki bayi, waktu
tidur tetap akan diselingi kesibukan meng-ASI-hi si kecil. Meski berat, tetap
tampak lebih menyenangkan bukan?
Mungkin iya ketimbang bergelut
dengan pekerjaan kantoran, aturan perusahaan, masalah dengan rekan kerja atau
atasan, laporan-laporan, atau kemacetan saat pergi dan pulang kerja. Namun,
sesungguhnya hal itu menurut saya tidak seberapa rumit dibandingkan dengan luar
biasanya pekerjaan seorang ibu rumah tangga. Walaupun terkesan lebih leluasa
dalam hal waktu, me time adalah hal yang kadang menjadi sesuatu yang amat
diperjuangkan. Mengapa?
Tidak memiliki jam kerja tertentu
dan aturan tertentu membuat manajemen waktu seorang ibu rumah tangga kadang
lebih berantakan. Sebut saja, saat baru mau mulai mandi tiba-tiba anak
terbangun minta disusui. Mandi jadi terburu-buru. Saat akan melakukan pekerjaan
lain, anak minta ditemani bermain. Pekerjaan lain jadi terbengkalai. Suami yang
pulang kerja larut malam kadang membuat waktu istirahat atau makan malam kita
dan anak bergeser. Ini hanya beberapa dari sekian banyak hal yang tidak terselesaikan
karena kurangnya manajemen waktu.
Mengikuti perkuliahan di Institut
Ibu Profesional membuat saya sadar betul bahwa manajemen waktu saya selama ini
amat kacau balau. Hal itu bisa menurunkan tingkat kebahagiaan dan kepuasan saya
dalam menjalani peran hidup. Sungguh amat berbahaya bila dampaknya anggota
keluarga dan lingkungan ikut tidak bahagia. Maka, semakin mengikuti materi dan
NHW dalam kelas Matrikulasi, saya semakin belajar ilmu manajemen waktu.
Dengan kata lain, kemampuan
manajemen waktu membuat kita mau tidak mau belajar menjadi manajer bagi diri
sendiri. Belajar mengendalikan diri. Belajar mematuhi dan tepat waktu. Belajar
disiplin dan konsisten. Alhasil, mampu mengelola diri dan keluarga dengan baik
pula. Nah, ibaratnya sebut saja suami kita adalah kepala keluarga atau pimpinan
sebuah perusahaan. Anak-anak kita adalah anggota keluarga atau karyawan
perusahaan. Kitalah manajer sesungguhnya. Manajer rumah tangga yang di dalamnya
merangkap manajer diri, manajer keuangan, manajer SDM, manajer logistik, atau
manajer lainnya. Sudahkah saya menjadi manajer yang memiliki manajemen waktu
baik?
24 jam dalam keseharian saya kadang
dihabiskan oleh aktivitas-aktivitas yang kurang berfaedah. Aktivitas penting
justru sering terbengkalai. Maka, berikut saya merumuskan kembali
aktivitas-aktivitas harian saya.
Agar waktu tidak diisi dengan
kegiatan yang tidak berfaedah, saya membagi 3 aktivitas paling penting dan 3
aktivitas paling tidak penting. Nah, aktivitas paling tidak penting ini yang
selama ini paling sering menyita waktu saya. Saya harus kembali fokus, patuh,
dan konsisten untuk melaksanakan aktivitas ibadah, mengurus suami dan anak,
serta personal development.
Berdasarkan 3 aktivitas paling
penting dalam rutinitas harian, saya membuat aktivitas dinamis. Fungsinya untuk
mengembangkan diri dalam aktivitas penting tersebut sekaligus meningkatkan
kualitas ibadah, mengurus suami dan anak, juga kualitas diri sendiri. Berikut
aktivitas dinamis saya.
Setelah menentukan aktivitas
dinamis berikut saya buat kandang waktu, sekaligus gambaran dari jadwal harian
saya secara garis besar. Detilnya saya buat dalam checklist indikator.
Ilustrasi di atas hanya gambaran
luas dari pelaksanaan aktivitas dinamis. Saya tetap harus melengkapi dan
mengisi checklist indikator yang telah saya buat. Besar harapan agar kandang
waktu ini menjadi acuan dan pengingat agar lebih disiplin dan mematuhi aturan
yang telah saya buat sendiri. Salah satu caranya dengan Cut Off Time.
Penyesuaian pasti. Adaptasi pasti.
Tapi, harus terjadi artinya dilakukan. Bisa? Tentu harus bisa. Namun, semua
jadwal atau aturan yang saya buat kadang disesuaikan lagi saat kondisi atau
situasi berubah. Misalnya, saat saya, anak, atau suami sedang sakit. Tentu memulihkan
kesehatan lebih utama ketimbang mencuci, bukan?
Mari “berubah atau kalah”!
begitu tagline materi ke-6 di kelas Matrikulasi saat ini.
Komentar