Mengejar Kemuliaan Diri Melalui Aktivitas Produktif
Ibu Produktif
Produktif bagi seorang ibu sering dikaitkan dengan
aktivitas yang menghasilkan uang atau materi. Mencari rezeki sejatinya bukanlah
fitrah utama seorang perempuan. Mengingat fitrah utama perempuan adalah menjadi
madrasah pertama bagi anaknya dan membangun peradaban dari dalam rumah.
Apalagi, sesungguhnya Allah telah menjamin setiap rezeki hambanya, tak
terkecuali kita. Jadi, produktif di sini bukan hanya urusan mencari rezeki,
melainkan ada hal lain yang harus kita kejar. Apa itu? Sebut saja salah satunya
mengejar kemuliaan diri dalam kemuliaan hidup.
Persoalan materi selalu erat kaitannya dengan nominal.
Hitung-hitungannya tak akan pernah habis dan selesai. Perkara cukup dan tidak
cukup. Satu hal yang pasti, bahwa Allah telah menentukan rezeki hambanya.
Menjaminnya pula. Kita hanya harus ikhtiar dan mensyukurinya.
Hal tersebut bagi sebagian perempuan, ibu, bunda, atau
isteri dianggap sebagai bagian dari produktivitas. Padahal dalam kacamata Intitut
Ibu Profesional—dalam materi 7 Matrikulasi yang disampaikan Teh Esa
Puspita—produktif berarti bunda yang senantiasa menjalani proses untuk
menemukan dirinya, menemukan “Misi Penciptaan” dirinya di muka bumi ini dengan
cara menjalankan aktivitas yang membuat matanya “berbinar-binar”. Maka,
hasilnya bukan hanya materi, melainkan value
berupa kenikmatan, kepuasan hidup, kebermanfaatan, ketaatan, dan kebahagiaan.
Untuk meraihnya, tentu kita pun perlu berikhtiar dan bersungguh-sungguh
menjalani segala aktivitas ibadah dalam kehidupan. Bukankah mengurus anak dan
suami pun adalah ibadah yang luar biasa?
Bakat dan Produktivitas
Aktivitas produktif akan lebih bermakna dan ringan
dijalani bila ditunjang dengan bakat diri. Menentukan minat dan bakat kita
sungguh menjadi sebuah proses pencarian yang mungkin tak ada habisnya. Itulah
yang menjadi alasan bagi seorang ibu untuk terus belajar sepanjang hayatnya.
Artinya, menjadi ibu pembelajar.
Untuk membantu mengetahui minat dan bakat diri, saya
mencoba menggunakan tools tes bakat dari www.temubakat.com. Hasilnya berikut
ini.
Hasil di atas cukup menggambarkan bagaimana diri saya.
Saya termasuk orang yang senang berkomunikasi, memberikan motivasi dan
informasi, dan senang melayani orang lain. Namun, kadang hal itu membuat saya
mudah mengalah dan mengesampingkan kepentingan pribadi.
Dari gambaran hasil tes bakat di atas, potensi kekuatan saya
adalah seorang caretaker, creator,
designer, educator, interpreter, journalist, dan server. Hampir semuanya sesuai dengan bidang dan aktivitas yang
selama ini pernah dan sedang saya jalani.
Barangkali itu tergambar piula dalam NHW 1 – 6.
Betapa saya menyukai aktivitas berkaitan dengan bidang
pendidikan atau parenting, tulis-menulis atau jurnalis, memasak, dan ilmu
kesehatan secara umum. Hal-hal tersebut tergambar dalam roadmap—NHW #5—pembelajaran
saya beberapa tahun ke depan.
Hasil tes bakat
tersebut memang bukan patokan, tapi cukup menggambarkan diri, kegemaran, dan
kemampuan saya. Besar harapan potensi kekuatan itu dapat saya kembangkan
menjadi berbagai aktivitas produktif secara fokus dan konsisten. Adapun
beberapa kelemahan saya, semoga mampu saya kurangi perlahan. “Meninggikan
gunung, bukan meratakan lembah”, begitu dalam Institut Ibu Profesional.
Kuadran Aktivitas
Sedikit banyak hasil tes bakat di atas membantu saya
menentukan beberapa aktivitas yang saya sukai, tidak sukai, bisa, dan tidak
bisa dilakukan. Misalnya, saya suka dan bisa terhadap aktivitas menulis. Namun,
saya kurang menyukai dan tidak bisa mengelola atau menghitung keuangan dengan
baik.Berikut ini saya rumuskan kuadran aktivitas.
Berdasarkan kuadran aktivitas di atas, aktivitas dalam
kuadran 1 merupakan aktivitas yang saya bisa dan sukai. Aktivitas tersebut yang
menjadi fokus saya dalam tolabul ilmu saat ini dan beberapa tahun ke depan. Sedangkan
aktivitas dalam kuadran 2 yang merupakan aktivitas saya sukai tapi tidak bisa
saya lakukan, akan menjadi aktivitas baru yang saya pelajari perlahan.
Aktivitas-aktivitas yang tidak saya sukai, sebisa mungkin tetap saya lakukan
dalam rutinitas dan belajar menikmatinya.
Bandung, Maret 2019
Komentar